Selasa, 28 Januari 2014

Tawakkal





Faidah ta'lim Ustadzah Ummu Fadhl Hafizhahallah
diambil dari catatan Clara Ummu Abdil Wahhab

Hadits dari Umar Ibn Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung. Dia terbang di pagi hari dalam keadaan perut yang kosong dan kembali dalam keadaan perut yang penuh."
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Al-Baghawi, Abdullah Ibn Mubarak, dan Abu Dawud)


->TAWAKKAL DAN TAKWA-

"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya..."  [Ath-Thalaaq (65) : 2-3]

Takwa dan tawakkal berkaitan erat dalam masalah rezeki, dan tawakkal menjadi faktor terbesar datangnya rezeki. Orang yang bertakwa dan tawakkal, maka dunia akan tunduk dan mengikutinya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membacakan dua ayat ini kepada Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Seandainya manusia mengambil ayat ini sebagai landasan dia di dalam mencapai kebutuhan hidupnya, maka (dua) ayat ini cukup."

Ulama berkata, "... Betapa banyak hamba yang menyerahkan urusannya kepada Allah kemudian Allah mencukupkan apa yang dia inginkan."
Dengan kata lain, sebesar kita bertawakkal kepada Allah, maka sebesar itu pula Allah mencukupkan kebutuhan kita.

->PENGERTIAN TAWAKKAL

Tawakkal secara bahasa artinya mewakilkan,menggantungkan, menyandarkan kepada pihak lain.
Tawakkal secara istilah yaitu penyandaran hati dengan jujur kepada Allah dalam upaya memperoleh kebaikan-kebaikan dan menolak bahaya-bahaya dalam seluruh urusan dunia dan akhiratnya (Imam Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitab Jami'ul Ulum wal Hikam)

Sa'id Ibn Jubair berkata bahwa tawakkal adalah pokok iman.

->HAKIKAT TAWAKKAL

1. Mengenal Allah dan sifat-sifatnya
2. Mengakui dan menetapkan adanya sebab, menjaganya, kemudian melakukan sebab-sebab tersebut
3. Ketergantungan hati yang sangat kepada Allah, serta kepercayaan dan penyandaran yang sangat kepada pengaturan-Nya (tidak boleh ada keraguan sedikitpun akan kemampuan Allah dalam menyelesaikan urusan kita baik di dunia maupun di akhirat)
4. Kemantapan di atas tauhid (Bahkan sepenuhnya mentauhidkan Allah)
5. Ridha/ puas dengan keputusan Allah
6. Kepasrahan dan ketergantungan hati kepada Allah semata

"Rahasia tawakkal dan hakikatnya adalah kepasrahan dan ketergantungan hati kepada Allah. Namun tidaklah tercela mengambil sebab (maksudnya berusaha/berikhtiar-pent) dengan tetap menjaga hati agar terbebas dari ketergantungan dengan sebab (sebab=usaha yang dilakukan-pent)"
-Ibnul Qayyim Rahimahullah-

Ikhtiar tidaklah bertentangan dengan tawakkal, justru ikhtiar merupakan bagian dari tawakkal. Orang yang bertawakkal tanpa berikhtiar maka tawakkalnya cacat. Tawakkal merupakan perpaduan antara ikhtiar dan penyandaran hati.


->KAITAN TAWAKKAL DENGAN IMAN

Allah sering menggandengkan tawakkal dengan iman, seperti yang tertera dalam ayat-ayat berikut:

"...Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman"  [Al-Ma'idah (05) : 23]

Dan Musa berkata, "Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri)."  [Yunus (10) : 84]

"Sesungguhnya orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Rabb mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia."  [Al-Anfal (08) : 2-4] 

->BUAH TAWAKKAL

  • Akan mendapatkan kecukupan dari Allah. "...Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya..."  [Ath-Thalaaq (65) : 3]
  • Orang yang bertawakkal akan mendapatkan kecintaan Allah. "...Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal."  [Ali-'Imraan (03) : 159]
  • Akan mudah mengerjakan hal-hal yang bermanfaat tanpa ada rasa takut dan gentar sedikitpun kecuali kepada Allah.
  • Akan bersemangat mencari rezeki, mencari ilmu dan mencari segala sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
  ->FAWAID HADITS
  1. Tawakkal merupakan realisasi iman, bahkan sebagai syaratnya
  2. Tawakkal menyebabkan jiwa menjadi tenang dan hati menjadi lega
  3. Allah akan memberikan kecukupan bagi orang yang bertawakkal dalam semua urusannya
  4. Tawakkal merupakan sebab terkuat dalam meraih kebaikan atau menolak kemudharatan
  5. Tawakkal akan mengundang kecintaan Allah kepada hambanya
  6. Tawakkal akan menghasilkan kekuatan hati, keberanian, dan ketetapan hati
  7. Tawakkal akan menghasilkan kemenangan dan kekuatan
  8. Tawakkal akan mengasilkan kesabaran terhadap musibah
  9. Tawakkal akan menguatkan tekad dan ketetapan hati dalam urusan-urusan kita
  10. Tawakkal akan melindungi kita dari pengaruh setan
  11. Tawakkal merupakan sebab yang dapat menolak sirih, hasad, 'ain
  12. Tawakkal bisa menghasilkan rezeki
  13. Tawakkal akan menjauhkan diri dari sifat ujub dan kibr
  14. Tawakkal akan menghilangkan tathayyur (anggapan sial)
  15. Tawakkal akan menghasilkan sikap ridha terhadap qadha (keputusan) Allah
  16. Tawakkal merupakan sebab masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta untuk (berobat dengan cara) disundut dengan api, dan tidak melakukan tathayyur, serta mereka bertawakal kepada Alloh.’ Lalu ‘Ukkasyah bin Mihshon berdiri dan berkata, ‘Berdo’alah kepada Alloh agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka.’ Beliau bersabda, ‘Engkau termasuk golongan mereka.’ Kemudian ada orang lain berdiri dan berkata, ‘Berdo’alah kepada Alloh agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka.’ Beliau bersabda, ‘Engkau sudah didahului ‘Ukasyah.'  (HR. Al Bukhori dan Muslim)


Di kediaman Ibu Widya,
19 Desember 2013

♠ BENCANA ILMU ♠






oleh al-Ustadzah Ummu Fadhl Hafizhahallaah
(Di Masjid Imam An-Nawawi Cibeber Cilegon Banten, Rabu Sore 22 Januari 2014)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menyatakan bahwasanya niat dan pemahaman yang lurus di dalam memahami dien adalah 2 nikmat yang paling besar.

Jika seseorang telah diberi hidayah oleh Allah untuk bisa meluruskan niat dan pemahamannya maka dia sudah berada di atas jalan yang benar.
♠ Mengapa pentingnya kita memiliki pemahaman atau jalan yang lurus? 
• agar kita bisa selamat dari berbagai macam gempuran-gempuran syubhat, pemikiran-pemikiran sesat, dan kerancuan-kerancuan di dalam agama kita • agar kita bisa menangkal senjata syaithon dalam menyesatkan manusia.
Allah mempunyai 2 kehendak yaitu kehendak qauniyah dan kehendak syar’iyah (bagi seseorang yang diberi 2 nikmat tadi), namun yang menerima hidayah tersebut hanyalah sedikit.
Di dalam hadits Rasuulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa kondisi Umat Yahudi, Nashoro dan Kaum Muslimin yaitu: ⇨ kaum Yahudi akan terpecah menjadi 71 golongan ⇨ kaum Nashoro akan terpecah menjadi 72 golongan ⇨ Kaum Muslimin akan terpecah menjadi 73 golongan
Dari 73 golongan, yang 72 terancam masuk neraka dan 1 golongan yang diselamatkan Allah Subhaanahu wa ta’aala. Artinya, mayoritas besar 99% (72 golongan) terancam masuk neraka.
Mengapa demikian?
Karena mereka tidak memiliki hidayah pemahaman yang lurus di dalam memahami islam. Para sahabat paham mengapa mayoritas kaum muslimin ini diancam masuk neraka. Meskipun pada akhirnya mereka akan masuk surga karena mereka Muslim, akan tetapi siapa yang tahan dengan celupan api neraka walau hanya dengan satu kali celupan.
Para sahabat bertanya, “ya Rasuulullaah, siapa 1 golongan yang Allah selamatkan ini?,” beliauShallallaahu ‘alaihi wasallam Berkata, "yaitu orang-orang yangberada di mana Aku dan Para Sahabatku berada di jalan itu.”
Artinya, orang yang diselamatkan oleh Allah ialah orang yang memiliki pemahaman yang sama di dalam masalah dien dengan Rasuulullah & sahabatnya. Apabila dalam memahami islam tidak memiliki standar atau tidak bersumber dari pemahaman nabi dan sahabatnya, bisa dipastikan pemahaman mereka adalah sesat dan terancam dengan neraka.
♠ Mengapa para sahabat yang menjadi standar (patokan)?
• Karena para sahabat adalah orang-orang yang menyaksikan wahyu turun • Para sahabat memiliki hati yang paling baik setelah Rasuulullaah Shallallaahu ‘alayhi wasallam • Para sahabat mendapat didikan langsung dari Rasuulullaah Shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Hal ini berarti sumbernya masih murni, begitu pula banyak ayat yang menjelaskan perihal tentang sebab-sebab kejadian yang meliputi para sahabat.
Jika pemahaman hidayah ini tidak kita jaga, maka berpotensi untuk bisa lepas. Menjaga hidayah lebih berat ketimbang mendapatkannya. Oleh karenanya kita harus menjaga hidayah tersebut.
Salah satu cara untuk menjaga dan mendapatkan hidayah yaitu dengan duduknya kita di majelis ilmu.
Allah Subhaanahu wa ta’aala memberi penangkal senjata-senjata syaithon yaitu: 1. ilmu dan yakin, sebagai penangkal syubhat 2. kesabaran, sebagai penangkal syahwat
Ilmu yang bisa menjaga kita dari syubhat ialah ilmu yang naafi’ yaitu bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih. Ilmu yang dimaksud adalah bukan sekadar ilmu tetapi ilmu yang bersumber dari sumber yang murni.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyatakan bahwa tidak semua orang dapat berjihad dengan burhan (ilmu dan penjelasan), tetapi semua orang bisa berjihad dengan pedang. Artinya, hanya orang-orang pilihan saja yang bisa berjihad dengan ilmu.
Di dalam hadits disebutkan bahwa ada 3 golongan yang akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’aala, yakni: ◆ Golongan pertama, orang yang berperang di jalan Allah ◆ Golongan kedua, orang yang mempelajari Al-Qur’an dan ilmu dien ◆ Golongan ketiga, orang yang dermawan.
Apabila pada golongan ke-2 memiliki niat yg salah, maka Allah akan mencampakkannya kedalam api neraka dengan keadaan diseret di atas wajahnya.
♣ Suatu ilmu bisa menjadi bencana jika:
1) Menuntut ilmu bukan untuk mencari wajah Allah
Secara umum, penjelasan hadits Rasuulullaah Shallallaahu ‘alayhi wasallam, yaitu barangsiapa tujuan atau cita-cita tertinggi menuntut ilmu untuk mencari dunia, seperti: ▶ Untuk mendebat para ulama ▶ Ingin mengapusi orang-orang yang bodoh ▶ Mencari popularitas, kedudukan dan kehormatan di mata masyarakat ▶ Atau niatan-niatan rusak lainnya.
Maka Allah akan mencerai beraikan urusannya dan Allah jadikan kefakiran diantara kedua matanya & tidaklah dunia itu datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Sebaliknya, bagi siapa saja yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan mengurusi semua urusannya, Allah akan memberikan kecukupan di dalam hatinya dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan hina.
✔ Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah menyebutkan bahwa salah satu tanda keikhlasan seseorang dalam menuntut ilmu ialah adanya keinginan untuk menghilangkan kebodohan di dalam dirinya dan kebodohan pada orang lain.
Pemahaman salah muncul karena ada niat yang salah, sehingga pada kondisi ini tidak bisa membuahkan hidayah. Sebaliknya, jika seseorang memiliki niat yang lurus di dalam menuntut ilmu, maka in syaa’ Allahu ta’aala, Allah akan memberikan pertolongan & hidayah berupa kemudahan di dalam memahami ilmu dien.
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah berkata, 
“ Ilmu tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu apa pun, jika benar niatnya.”
Rasuulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“ Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang semestinya ilmu tersebut dituntut niatnya karena Allah, namun ia tidak meniatkan itu, maka ia tidak akan mencium baunya surga pada hari kiamat.” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al- Albani Rahimahullah dalam Shahih Sunan Abu Daud)
Di dalam riwayat lain, dari Ka’ab bin Malik bahwa Rasuulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“ Barangsiapa yang menuntut ilmu agar dapat menyaingi para ulama, atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau demi mencari perhatian manusia kepada dirinya supaya dipandang sebagai orang yang berilmu maka Allah akan memasukkan dia ke dalam neraka.” ( hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, Al-Qadi Abu Bakr Ibnul ‘Arabi, beliau berkata,
“terkadang ilmu itu bisa membinasakan bagi pemiliknya.” 
Hadits riwayat lain,
“jangan mempelajari ilmu untuk berbangga-bangga dihadapan para ulama. Jangan pula menuntut ilmu untuk mendebat orang-orang yang bodoh atau untuk memilih-milih majelis. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka nerakalah tempatnya.”
2) Ilmu bisa menjadi bencana ketika ilmu tersebut disembunyikan
Allah Subhanahu wa ta’aala berfirman di dalam Surat Al-Baqarah:159-160, yaitu:
” Sesungguhnya orang-orang yang suka menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. Kecuali mereka yang telah bertaubat, dan mengadakan perbaikan, dan menerangkan (kebenaran); maka terhadap mereka itu, Aku menerima taubatnya, dan Aku-lah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Kandungan ayat 159, berkaitan dengan orang-orang Yahudi & Nashoro yang menyembunyikan ilmu terutama bagi para ulama-ulama, Rahib-rahib atau ahli ibadah yang menyembunyikan kebenaran tentang Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alayhi wasallam. Adapun selain itu orang-orang Yahudi menyembunyikan adanya hukum rajam, di mana hukuman tersebut juga berlaku bagi mereka.
Akan tetapi ayat ini hukumnya berlaku umum, bukan hanya untuk orang-orang Yahudi maupun Nashoro. Karena di dalam kaidah, ibrah atau pelajaran-pelajaran diambil dari keumuman lafadzh bukan kekhususan sebab.
Di dalam kitab Umdatul Tafsir, disebutkan bahwa ayat ini merupakan ancaman keras bagi siapa saja yang menyembunyikan apa yang dibawa oleh Rasul berupa bukti-bukti kebenaran yang jelas.
Syaikh As-Sa’di Rahimahullaah menyatakan bahwa meskipun ayat ini diturunkan berkaitan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashoro) & apa yang disembunyikan berupa kerasulan Nabi Shallallaahu ‘alayhi wasallam dan sifat-sifatnya. Akan tetapi hukumnya berlaku umum bagi setiap orang yang memiliki karakter yang sama dengan Yahudi & Nashoro (suka menyembunyikan kebenaran).
Mengapa Allah mewajibkan para ulama untuk menyebarkan ilmu?
Karena Allah sudah mengambil perjanjian dengan mereka bahwa mereka harus menyampaikan ilmu kepada umat. Barangsiapa yang melanggar perjanjian tersebut maka ia menghimpun 2 kerusakan sekaligus. ✔ Kerusakan pertama: menyembunyikan apa yang Allah turunkan berupa ilmu ✔ Kerusakan kedua: dia telah menipu umat.
Firman Allah Subhanahu wa ta’aala dalam Surat Ali Imran: 187,
“ Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya”, lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”
Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan ayat ini, bahwa ayat tersebut merupakan sindiran yang tajam sekaligus ancaman bagi orang yang telah diberi ilmu tentang kitab dan yang telah diambil perjanjiannya oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya.
Hasan Al-Basri dan Imam Qatadah Rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini berlaku bagi setiap orang yang diberikan ilmu dari Kitabullaah.
Di dalam Surat Al-Baqarah: 174-175, Allah Subahanahu wa ta’aala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak akan menyucikan mereka, dan bagi mereka siksa yang amat pedih.”
“menjual ayat” mempunyai makna menyimpangkan ayat untuk mendapatkan keuntungan duniawi.
Allah memerintahkan Nabi-Nya,
“sampaikan apa yang sudah disampaikan kepadamu dan jika kamu tidak melakukannya maka kamu tidak menyampaikan amanah. Dan Allah akan menjaga risalah-Nya dan Allah akan menjagamu dari gangguan manusia.”
Seseorang yang menganggap Rasulullah tidak amanah di dalam menyampaikan risalah yaitu (perkataan para Ahlul Bid'ah) ibadah-ibadah yang Rasulullaah tidak perintahkan/ dicontohkan, maka terkena hadits berikut ini:
“Dari Aisyah Radhiyallaahu ‘anha berkata, “Barangsiapa yang beranggapan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam menyembunyikan sesuatu dari Kitabullah berarti ia telah melakukan kedustaan yang besar terhadap Allah.” (HR. Imam Muslim)
"Barangsiapa yang ditanya suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, pasti ia diikat pada hari Kiamat dengan tali kekang dari Neraka.” (HR. Abu Hurairah)
“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu, kemudian ia tidak mau memberikan atau menceritakan kepada orang lain seperti ia menyimpan harta benda dan tidak mau menginfakkannya.”

Wallaahu a’lam bish-shawab





Jumat, 24 Januari 2014

SYARAH HADITS ARBA'IN KE-1



Ringkasan materi hadits al arba'in
Faidah ta'lim Ustadzah Ummu Fadhl hafizhahallah

ditulis oleh Ummu Maryam Yuyun Hasanah

بسم الله الرحمن الرحيم
teks hadits sengaja tidak ana tulis silakan merujuk kekitab matan atau syarahnya

HADITS YANG PERTAMA


Hadits ini merupakan hadits yang disepakati keshohihannya walaupun diriwayatkan dengan satu jalur sanad yaitu dari yahya bin said al anshori dari muhammad bin ibrohim at taimi dari alqomah bin waqqosh al laitsi dari umar bin al khoththob.

Imam ahmad berkata," prinsip/poros islam itu ada pada 3 hadits yaitu hadits dari nu'man bin basyir إنّ الحلال بيّن و إنّ الحرام بيّن , kemudian hadits ini dan hadits dari aisyah من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو ردّ
kenapa dikatakan demikian?

karena amal seorang hamba yang mukallaf (sudah terbebani syariat) tertumpu pada perintah dan larangan yaitu perkara-perkara yang yang diperintah dan dilarang kemudian dalam melakukan amal seorang memerlukan niat dan dalam beramal tata caranya harus sesuai dengan tuntunan nabi. jadi amalan seorang mu'min tidak terlepas dari 3 hadits ini

Syarh/penjelasan hadits


إنّما الأعمال بالنيّات
kata إنّما mempunyai faidah hashr/pembatasan biasanya diterjemahkan hanyalah.
maksud amalan disini adalah amaln yang disyriatkan sehingga pengertian إنّما الأعمال بالنيّات adalah tidak dianggap sebagai suatu amal jika tidak disertai dengan niat.

Imam ibnu rojab berkata (dalam kitab jami'ul uluum wal hikam)

"amalan-amalan itu dianggap baik atau buruk,diterima atau tidak,diberi pahala atau tidak sesuai dengan niat pelakunya"
dan ini diperjelas dengan lafazh yang kedua و إنّما لكلّ امرئ ما نوى
perbedaan إنّما yang pertama dengan yang kedua adalah إنّما yang pertama menunjukkan pada amalannya dan yang kedua menunjukkan hasil yang yang akan didapat maka و إنّما لكلّ امرئ ما نوى maknanya

seseorang tidak mendapatkan hasil dari amalannya kecuali sesuai dengan apa yang ia niatkan,jika ia meniatkan kebaikan maka akan memperoleh pahala dan jika ia meniatkan keburukan maka ia mendapat dosa

makna niat dalam alqur'an
a. irodah
sebagaimana firman Alloh dalam surat ali imron:152, al anfal:67, asy syuuro:20
b. ibtighoo
sebagaimana firman Alloh dalam surat allail:20, al baqoroh:265,272

dalam hadits ini makna niat itu adalah niat itu sendiri

Perkataan para ulama tentang niat


Ibnu abid dunya dari yahya bin abu katsir
" pelajarilah niat karena niat lebih baik dari perbuatan"
Yusuf bin asbath berkata
" membersihkan niat dari perkara-perkara yang merusaknya lebih berat bagi para pelaku amal daripada amalan itu sendiri"
Abdulloh ibn mubarok berkata
"berapa banyak amalan yang kecil menjadi besar lantaran niat dan berapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karna niat"

fungsi niat
-sebagai pembeda antara ibadah dengan adat/rutinitas
oleh karena itu dikatakan oleh para ulama
عبادة أهل الغفلة عادة و عادة أهل اليقظة عبادة
ibadahnya orang lalai dari memperhatikan niat mejadi rutinitas belaka dan rutinitasnya orang yang senantiasa memperhatikan niatnya adalah ibadah

dalam hadits ini rosul memberikan contoh yang benar dan yang salah dalam ibadah hijroh
-ada yang meniatkan hijroh karena Alloh dan rosulnya maka orang ini mendapat pahala
-ada yang meniatkan karena dunai yang hendak ia raih atau karena wanita yang hendak ia nikahi maka ia mendapat apa yang ia niatkan yaitu berupa dunia atau wanita tapi tidak mendapat pahala dari Alloh
ini menunjukkan bahwa niat yang benar bisa menyebabkan datangnya pahala, bisa jadi 2 orang melakukan ibadah yang sama tapi berbeda dalam perolehan pahala

Pendapat para ulama tentang masalah niat dalam suatu ibadah


1. apabila suatu ibadah yang niatnya bukan karena Alloh maka ibadah nya tidak dianggap (tidak diterima dan tidak mendapat pahala)walaupun dalam pandangan manusia ia telah beribadah
2. jika seseorang beribadah niat awalnya karena Alloh kemudian ditengah-tengah berubah maka hal ini ada 2 hal
-jika ia menghapus niat awalnya (yang karena Alloh) diganti dengan niat selainAlloh maka ibadahnya batal dari awal-akhir
- namun jika ia tersadar dan kembali pada niat awal maka amalannya diterima
namun menurut syaikh al Utsaimin hal ini harus dirinci dan dilihat jenis ibadahnya
-jika ibadahnya berupa satu rangkaian seperti sholat maka jika niat ditengah-tengah berubah menjadi niat selain Alloh maka sholatnya tidak diterima berdasarkan qiyas jika dalam satu rokaat batal maka batal semua rokaat yang lain
-jika ibadahnya bukan satu rangkaian seperti shodaqoh 100rb yang 30rb niatnya karna Alloh yang 70rb niatnya selain Alloh maka yang diterima shodaqoh yang 30rb yang 70rb tertolak
3. jika seseorang beramal niatnya karena Alloh setelah selesai beramal ada orang yang memujinya maka ia mendapat pahala dan kesenangan yang disegerakan dengan syarat tidak riya dan sombong setelah dipuji. jika ia berubah menjadi riya dan sombong karena dipuji maka gugur/batal pahala ibadahnya
4. jika seseorang beribadah niatnya karena Alloh kemudian syariat menetapkan adanya keuntungan dunia yang bisa diraih maka ia boleh meniatkan kedua-duany (karena Alloh dan karena keuntungan dunia) seperti menyambung silaturahmi keuntungan dunianya diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya. namun yang lebih utama adalah memurnikan niatnya hunya karena Alloh semata agar pahala ibadahnya sempurna dan dengan sendirinya keuntungan dunia akan menyertainya
5.jika sebuah ibadah yang tidak tercampur dengannya riya tapi untuk mendapatkan upah atau ghonimah maka hal ini tidak membatalkan pahala amalannya akan tetapi berkurang kesempurnaan pahalanya sesuai dengan berkurangnya keikhlasan

Yang perlu diperhatikan tentang masalah niat
- bahwa niat tepatnya dihati tidak ada satu dalilpun yang menganjurkan niat itu dilafazhkan dan niat adalah amalan hati dan ini merupakan ibadah maka harus ada/sesuai dengan dalil karena ibadah sifatnya adalah tauqifiyyah
- niat tidak dapat merubah suatu hukum yang sudah jelas halal-haromnya

Faidah Hadits


1. Niat adalah penentu amalan dari segi terwujudnya maupun tujuannya
2. Hasil yang didapat oleh orang yang beramal adalah sesuai dengan niatnya
3. seseorang mendapat pahala atau dosa tergantung dari niatnya
4. wajib bagi seorang muslim menata niatnya sebelum ia beramal
5. amalan yang diterima disisi Alloh adalah amalan yang yang ikhlas dan sesuai tuntunan nabi
6. amalan yangditujukan pada Alloh kemudian tercampur dengan niatan lain selain riya maka kesempurnaan pahalanya berkurang sesuai dengan kadar berkurangnya keikhlasan
7.amalan yang ditujukan pada selain Alloh tidak bernilai apa-apa
8.riya yang terbesit kemudian hilang tidak mempengaruhi amal
9.hadits ini merupakan salah satu poros islam
10. hadits ini memotivasi kita untuk senatiasa berlaku ikhlas dalam setiap ibadah
11. indahnya metode pengajaran nabi beliau menyebutkan perkara yang global baru kemudian perkara yang rinci

wallohu a'lam

Kamis, 23 Januari 2014

Tingkatan Beriman Kepada Takdir dan Definisi Ihsan




Faedah ta'lim: Al-Ustadzah Ummu Fadhl Hafizhahallaah
Kajian Ta'shiliyyah: Hadits Arba'in ke-2, pekan ke 2 Rabu sore 15 Januari 2014, di Masjid An-Nawawi Cibeber Cilegon Banten
Tingkatan beriman kepada qadha & qadar ada 4, yakni:

1) Al-Ilmu Yaitu kita menyakini bahwa Allah Subhaanahu wa ta'aala memiliki ilmu yg Maha Luas meliputi segala sesuatu, Dia mengetahui sesuatu yg dzohir maupun yg bathin, sesuatu yg mungkin maupun mustahil, sesuatu yg telah terjadi, yg sedang terjadi & yg akan terjadi. Jika Allah mengetahui yg akan terjadi, maka Allah Maha Mengetahui kapan terjadinya & bagaimana terjadinya.

Begitu pula Allah Maha Mengetahui apa yg dilakukan oleh makhluk-Nya (diam & geraknya), bahkan Allah sudah mengetahui takdir dari segala makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit & bumi diciptakan. Karena inilah konsekuensi dari nama Allah Al-Khobir, Al-'Alim, Al-'Alimul ghoibi wasysyahaadah, Allah sangat mengetahui secara detail dari perkara2 hamba-Nya.
Dalil2 yg menyebutkan akan luasnya ilmu Allah, bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik yg ada di langit maupun yg ada di bumi, secara umum terdapat surat Al-Hasyr: 22 & surah Al-An'am:59, dua ayat ini menunjukkan akan Maha Keluasan Ilmu Allah Subhaanahu wa ta'aala, oleh karena itu, tidak ada satu pun yg bisa tersembunyi & tidak diketahui oleh ilmu Allah Subhaanahu wa ta'aala.

2) Al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu kita menyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta'aala telah menulis takdir seluruh makhluk di Lauh Mahfudz & tidaklah sesuatu itu terjadi di muka bumi & di langit kecuali sudah dituliskan oleh Allah Subhaanahu wa ta'aala.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullaah, beliau menafsirkan surat Al-Anbiya:105, yaitu dalam kata "Zabur" yg dimaksud ialah semua kitab2 yg Allah turunkan, dan "Ad-Dzikr" ialah Lauh Mahfudz (kitab induk yg mencatat semua ketetapan2 makhluk Allah Subhanahu wa ta'aala).
Di dalam Surat Yaasin: 12, Allah Subhaanahu wa ta'aala berfirman, " Sesungguhnya Kami menghidupkan orang2 mati, dan Kami menuliskan apa yg telah mereka kerjakan & bekas2 yg mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yg nyata (Lawh Mahfuuz).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menafsirkan "segala sesuatu sudah Kami tetapkan di Lauh Mahfudz", maksudnya segala sesuatu yg mencangkup amalan manusia sebelum mereka melakukannya.
Kemudian hadits Nabi Shallallaahu 'alayhi wasallam, " Sesungguhnya Allah telah menetapkan takdir2 seluruh makhluk sebelum Allah menciptakan langit & bumi 50.000 tahun."
※ Beriman kepada takdir pada tingkatan kitaabah terbagi menjadi 5 catatan takdir, yaitu: 
◆◆1. penulisan takdir azali yaitu bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Allah 50.000 tahun sebelum langit & bumi diciptakan.
◆◆2. penulisan takdir ketika Allah mengambil perjanjian antara anak cucu adam dengan Allah yaitu sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-A'raf: 172, " Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu mengeluarkan keturunan anak2 adam dari sulbi mereka, & Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan-mu?", Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yg demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang2 yg lengah terhadap ini (keesaan Allah)".
◆◆ 3. catatan takdir umur yaitu penetapan tentang azal, rezeki, jodoh & penetapan ia menjadi orang bahagia/ celaka sebagaimana hadits yg disebutkan oleh Abdullaah bin Mas'ud bahwasanya proses penciptaan manusia ada fase-fasenya, ketika usia kandungan berumur 120 hari, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam janin tersebut & ditetapkan 4 catatan takdirnya (rezeki, ajal, jodoh & amal/ ketetapan ia menjadi orang yg bahagia/celaka)
◆◆4. catatan takdir tahunan yaitu terjadi ketika malam lailatul qadar. Pada malam ini catatan manusia diperiksa kembali oleh Allah Subhaanahu wa ta'aala untuk satu tahunnya. Di situlah akan dilihat apakah dalam setahun tersebut ia akan menemui ajalnya atau tidak atau pada saat tersebut ia akan menemui jodohnya atau tidak. sebagaimana yg disebutkan dalam surat Al-Qadar: 4, "pada malam itu turun malaikat2 & Malaikat Jibril dengan izin Tuhan-nya untuk mengatur segala urusan".
◆◆5. catatan takdir harian yaitu catatan takdir pada waktu2 yg ditentukan. Catatan ini ialah penjabaran dari catatan takdir tahunan.
◇◇◇Catatan takdir ini saling berkaitan: catatan takdir harian mnjelaskan cttn takdir tahunan, cttn takdir tahunan mnjelaskan pada saat ia menjadi janin, cttn takdir janin menjelaskan tentang takdir yg ia ambil perjanjiannya dengan Allah Subhaanahu wa ta'aala & cttn takdir tersebut merupakan perincian dari takdir azali.

3) Al-Masyii'atullaah (kehendak Allah) Yaitu kita menyakini apa yg dikehendaki oleh Allah pasti terjadi & apa yg tidak dikehendaki oleh Allah pasti tidak akan terjadi. Terkait dengan kehendak Allah (iradah/masyii'atullaah), para ulama membagi 2 iradah: ⇨ 1) Iradah Kauniyyah Qadariyyah ⇨ 2) Iradah Syar'iyyah Diniyyah
◆◆ pengertian 
a.1 → yaitu kehendak Allah yg mencangkup seluruh makhluk & yg berkaitan dengan apa yg diinginkan/berkaitan dengan apa yg ingin dilakukan oleh Allah. Oleh karena itu, para ulama menyebutkan Iradah Kauniyyah dengan: "apa yg dikehendaki Allah pasti terjadi, & apa yg tidak dikehendaki oleh Allah pasti tidak akan terjadi".
Jenis iradah pertama ini adalah terkait dengan kehendak Allah baik kehendak tersebut disertai rasa cinta/ ridho maupun tidak disertai rasa cinta/ ridho-Nya Allah. Contoh: •• Allah menciptakan orang kafir & Allah menciptakan perbuatan hamba seperti maksiat dan dosa (terbukti ada & terjadi), tetapi apakah kekufuran, perbuatan dosa dan maksiat dicintai & diridhai oleh Allah?... jawab: TIDAK, tetapi itu terjadi.
•• Allah menghendaki adanya orang beriman & menghendaki perbuatan hamba berupa amal sholeh dan ketaatan (keimanan). Tetapi apakah amal sholeh & keta'atan tersebut dicintai/diridhoi Allah?... Jawabnya: YA JELAS.
a.2 → yaitu kehendak Allah yg berkaitan dengan apa yg Allah inginkan untuk dilakukan oleh hamba-Nya & mengandung rasa kecintaan & keridhoan. Iradah ini tidak musti terjadi kecuali apabila berkaitan dengan iradah yg pertama. Contoh: •• keimanan dicintai & diridhoi oleh Allah, lalu apakah Allah menghendaki seluruh hamba-Nya beriman?.. jawab: TIDAK, buktinya ada orang kafir.
perbedaan iradah (1) & iradah (2) : ▷▷iradah pertama kadang dicintai & diridhai oleh Allah & kadang TIDAK dicintai & diridhai oleh Allah, sedangkan iradah kedua PASTI dicintai & diridhai Allah.
▷▷ Iradah pertama PASTI terjadi sedangkan iradah kedua TIDAK MUSTI terjadi, kecuali jika iradah kedua berkaitan dengan iradah pertama.
Dalil-dalilnya disebutkan dalam: ● Surat Yaasin: 82, "Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "jadilah!" Maka terjadilah ia". ● Surat At-Taqwir: 28-29, "(yaitu) bagi siapa di antara kamu yg mau menempuh jalan yg lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. ● hadits dari Abdullaah bin Amr bin al-ash Radhiyallaahu 'anhu, Rasuulullaah Shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda," sesungguhnya hati2 anak adam itu ada di antara dua jari dari jari2 Allah", Allah membolak-balikan hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya.
4) Al-Halq (penciptaan) Yaitu kita menyakini bahwa Allah-lah yg menciptakan segala sesuatu. Dia-lah yg menciptakan perilaku & amalannya. Berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa ta'aala di dalam surat As-Shaaffaat (37): 96, "... padahal Allah-lah yg menciptakan kalian & menciptakan perbuatan kalian". ● surat Az-Zumar (39) : 62, " Allah pencipta segala sesuatu & Dia Maha Pemelihara segala sesuatu". ● Dari Hudzaifah Radhiyallaahu 'anhu, Rasuulullaah Shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda, " Sesungguhnya Allah menciptakan yg berbuat (manusia) maupun perbuatannya".
•• manusia diberi pilihan & kehendak untuk memilih, oleh karena itu tidak boleh menyalahkan takdir dari sisi penciptaan.

※Tujuh kesimpulan tentang manhaj Ahlus-Sunnah dalam beriman kepada qadha & qadar ※

1) landasan aqidah ahlussunnah wal jama'ah dalam perkara takdir (beriman kepada takdir) maupun dalam perkara seluruh permasalahan agama adalah terdapat dalam Al-Qur'an & Sunnah, dan apa yg diamalkan oleh Para Salafusshalih, di luar pemahaman salafusshalih adalah pemahaman yg sesat.
2) Allah Ta'aala yg menciptakan & yg memiliki segala sesuatu, hal ini mencangkup seluruh makhluk & sifat-sifatnya (mencangkup perbuatan manusia maupun perbuatan di luar manusia).
3) Apa yg dikehendaki oleh Allah pasti terjadi & apa yg tidak dikehendaki oleh Allah pasti tidak terjadi.
4) Allah Ta'aala mengetahui apa yg telah terjadi, akan terjadi, sedang terjadi & yg belum terjadi.
5) Allah telah menentukan seluruh takdir makhluk sebelum penciptaan mereka & telah menulis hal itu semua.
6) bersamaan dengan penetapan takdir, ahlussunnah juga mengimani adanya perintah & larangan (syari'at). Ahlus Sunnah juga mengimani adanya janji & balasan Allah sehingga tidak ada alasan bagi seorang pun untuk meninggalkan perintah atau mengerjakan larangan.
7) Ahlus Sunnah menyakini bahwa Allah Maha Bijaksana di dalam seluruh perbuatan-Nya.
※ IHSAN ※
Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika tidak bisa maka engkau beribadah kepada Allah, Allah melihatmu.
Rasuulullaah Shallallaahu 'alayhi wasallam mendefinisikan ihsan dengan ibadah, dan syarat di terimanya ibadah tersebut ialah: → ikhlas → mutaba'ah
Ada 2 tingkatan ihsan, yaitu: 1. Tingkatan permintaan 2. Tingkatan menjauhkan diri
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'utsaimin Rahimahullaah mendefinisikan 2 tingkatan ihsan, yakni: ⇨ tingkatan permintaan: seseorang beribadah dengan keadaan seperti adanya dorongan di dalam hatinya. Seseorang pada tingkatan ini seolah-olah ia bisa melihat Allah.
⇨ tingkatan menjauhkan diri: beribadah kepada Allah dengan perasaan takut (merasa diawasi) sehingga seseorang pada tingkatan ini, ia akan berusaha menjauhkan diri dari segala sesuatu yg bisa mendatangkan kemurkaan Allah.
▶ mana tingkatan yg paling baik? ◀
Ditinjau dari sisi ibadah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'utsaimin Rahimahullaahu ta'aala menyatakan bahwa derajat yg kedua lebih rendah daripada derajat yg pertama.
Rukun dari pilar beribadah ada 3, (para ulama menggambarkan seperti badan burung) yakni: 1. Cinta (Ashl atau pokok seluruh pilar, diumpamakan sebagai kepala) 2. Khouf (sebagai sayap kanan) 3. Raja' (Sayap kiri)
Jadi, seseorang yg beribadah kepada Allah karena dorongan rasa cinta & rindu, seolah-olah ia bisa menikmati & menyaksikan adanya Allah di dalam hadapan dia. Ini tingkatannya lebih tinggi daripada orang yg beribadah karena merasa diawasi oleh Allah.
Bila kita gambarkan tingkatan islam, iman & ihsan akan kita ketahui: 1) islam seperti lingkaran besar 2) di dalam lingkaran islam ada lingkaran iman 3) di dalam lingkaran iman, ada lingkaran kecil yaitu ihsan.
Oleh karena itu orang yg ihsan (muhsin), sudah pasti ia beriman & sudah pasti ia muslim. Sedangkan mukmin belum tentu mencapai derajat ihsan. Apalagi yg baru muslim, belum tentu mencapai derajat mukmin atau muhsin.

wallahu a'lam



Pokok Landasan Agama






  • -Al-Ustadzah Ummu Fadhl Hafizhahallaah-
    ditulis oleh Ummu Maryam Yuyun Hasanah
    Pokok dan Landasan Agama ada 2 yaitu: 1) perintah untuk hanya beribadah kepada Alloh semata, tidak ada sekutu bagiNya, mengajak manusia untuk melaksanakan perintah tersebut, memiliki kepedulian terhadap tauhid, menganggap kafir orang yang meninggalkan tauhid
    2) memperingatkan manusia untuk tidak berbuat syirik di dalam beribadah kepada Alloh tegas menyikapi kesyirikan keras dalam memusuhinya mengkafirkan orang yang melakukan kesyirikan
    → penjelasan a.1 : tidak sah perkataan dan perbuatan seseorang kecuali dengan dua perkara yang agung diatas, karena keduanya merupakan makna dari kalimat tauhid "laa ilaaha illalloh" yang dengan kalimat tauhid ini Alloh menciptakan manusia dan jin
    ♠ Perintah untuk beribadah kepada Alloh semata tidak ada sekutu bagi-Nya
    Wajib bagi kita menunjukan semua ibadah hanya kepada Alloh semata tidak boleh satu jenis ibadah pun dipalingkan kepada selain Alloh, karena ibadah adalah Hak Alloh sebagaimana yang Alloh firmankan dalam surat Al-Isro:23
    ﻭ ﻗﻀﻰ ﺭﺑّﻚ ﺃﻻّ ﺗﻌﺒﺪﻭﺍ ﺇﻻّ ﺇﻳّﺎﻩ
    ayat ini mengandung makna ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻّ ﺍﻟﻠﻪ perintah ini pula yang pertama kali diperintahkan kepada para rosul yang diutus Alloh kepada kaumnya agar mereka hanya menyembah Alloh saja tidak yang lainnya. Alloh berfirman dalam surat An-Nahl: 36
    ﻟﻘﺪ ﺑﻌﺜﻨﺎ ﻓﻲ ﻛﻞّ ﺃﻣّﺔ ﺭﺳﻮﻻ ﺃﻥ ﺍﻋﺒﺪﻭﺍ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ﺍﻟﻄﺎﻏﻮﺕ
    ♠ mengajak manusia untuk melaksanakan perintah-Nya
    menyeru manusia untuk melaksanakan tauhid agar mereka memurnikan ibadahnya hanya kepada Alloh semata. Dalam melaksanakan ini (menyeru manusia mendakwahkan manusia tentang tauhid) harus disertai dengan kesabaran yang tinggi sebagaimana kesabarannya para rosul yang telah lebih dahulu melakukan tugas ini
    ♠ memiliki kepedulian terhadap tauhid
    loyal dan mendukung penuh tauhid dan orang-orang yang menyeru kepada tauhid. loyalitas terhadap tauhid didahului dengan cinta terhadap Alloh dengan cinta kepada Alloh seseorang akan mentauhidkan Alloh dan mencintai tauhid serta berpihak dan cinta kepada orang-orang yang juga mencintai Alloh dan tauhid. Setiap kali bertambah kuat kecintaannya pada Alloh semakin kuat pula hujaman tauhid dalam hatinya yang ini akan melahirkan amal-amal sholeh yang menjadi tuntutan atau konsekwensi dari kecintaanya pada Alloh dan tauhid. Oleh karena itu seorang muslim berkewajiban untuk loyal, berpihak pada wali-wali Alloh (orang-orang yang memurnikan tauhidnya dan cintanya pada Alloh) dan mencintai mereka sebab mencintai mereka merupakan pula tuntutan dari kalimat laa ilaaha illalloh Alloh berfirman dalam surat almaidah:55-56
    ♠ mengkafirkan orang yang meninggalkan tauhid
    barangsiapa yang tidak mentauhidkan Alloh dalam ibadah maka ia termasuk kafir dan barangsiapa yang tidak mengkafirkan atau ragu setelah tegaknya hujjah atasnya maka ia pun termasuk dalam kategori kafir
    "akan tetapi apa yang disampaikan diatas merupakan hukum secara umum tidak boleh diterapkan dalam menghukumi orang perorang. karena menghukumi seseorang dengan kekufuran harus memenuhi beberapa syarat dan harus hilang penghalang-penghalangnya, dan yang berhak menjatuhkan vonis tersebut hanya pemerintah dan ulama bukan setiap orang"
    → Penjelasan a.2 : ♠ memperingatkan manusia untuk tidak berbuat syirik dalam beribadah kepada Alloh
    yaitu dengan peringatan keras,tegas. karena syirik merupakan dosa yang paling besar, kezholiman yang paling zholim, keburukan yang paling buruk. karena orang yang berlaku syirik ia telah berbuat kezholiman yang paling zholim. ia tidak meletakkan perkara pada tempatnya sesuatu yang tidak layak dijadikan sesembahan ia jadikan sesembahan, ia merampas hak Alloh dan ia telah menjadikan selain Alloh sebagai tandingan.
    ♣ Bagaimana bisa makhluk yang memiliki kekurangan, aib dari segala sisi disamakan dengan Al-Kholik yang Maha Sempurna tidak ada kekurangan dan aib sedikitpun dari segala sisi?
    oleh karena itu makna syirik adalah "menyamakan selain Alloh dengan Alloh dalam perkara-perkara yang menjadi kekhususan bagi Alloh"
    ayat yang pertama turun yang dengannya Muhammad bin Abdillah diutus menjadi Nabi adalah surat Al-Mudatstsir: 1-2 yaitu memberi peringatan akan syirik
    Memberikan peringatan akan kesyirikan harus didahulukan daripada mendakwahkan tentang tauhid karena ia sendiri masuk dalam kalimat tauhid dimana kalimat tersebut didahulukan dengan penafian atau paniadaan sesembahan selain Alloh dan karena ibadah tidak akan pernah benar selama masih dibarengi dengan kesyirikan
    ◆ tegas dalam menyikapi kesyirikan
    tegas dalam menegakkan larangan berbuat kesyirikan dan tegas dalam melarang mendekati sarana-sarana kesyirikan yang dapat menghantarkan kepada kesyirikan
    ◆ keras dalam memusuhi kesyirikan melakukan permusuhan, membenci kepada kesyirikan dan pelakunya
    Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrohim, sikap beliau terhadap kesyirikan dan pelakunya bisa dilihat dalam Surat Al-Mumtahanah: 4
    oleh karena itu setiap muslim berkewajiban membenci, memusuhi, melawan berbagai macam bentuk kesyirikan dan pelakunya dan diharomkan bagi setiap muslim menjadikan orang kafir sebagai orang yang ia cintai dan sebagai penolong, Alloh menafikan iman dari orang-orang yang mencintai orang kafir dan memberikan loyalitasnya serta menjadikan mereka sebagai penolong lihat Surat Al-Mujaadalah:22
    ◆ mengkafirkan orang yang berbuat kesyirikan
    Sebagaimana penjelasan sebelumnya. Syarat-Syarat Laa ilaaha illalloh, yaitu artinya: sesuatu yang dengan ketidak adaanya mengharuskan ketidakadaan yang disyaratkan akan tetapi keberadaannya tidak mengharuskan keberadaan yang disyaratkan
    Berikut beberapa syarat-syarat diterimanya laa ilaaha illalloh,
    7 syarat diterimanya Laa ilaha illallaah : 1. Ilmu 2. Yakin 3. Ikhlas 4. Jujur 5. Cinta 6. Inqiyad 7. Qalbu
    ketujuh syarat ini merupakan hasil penelitiaan dan penelaahan para ulama. wajib bagi kita mengetahui syarat-syarat ini dengan cara mempelajari dan memahami secara baik.
    Syaikh Ibrohim Al-Khuroyshi berkata" maka ketahuilah bahwa kalimat Laa ilaha illalloh tidak akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya kecuali dengan meyatukan syarat-syarat ini secara keseluruhan, mengetahui syarat-syarat tersebut dan mengamalkan berbagai macam tuntutannya/ konsekwensinya baik lahir maupun bathin. wallohu a'lam.
    ⇨ Syarat pertama: ilmu
    Yaitu lawan dari kebodohan artinya seorang muslim harus mengilmui tentang kalimat Laa ilaaha illalloh. Mengetahui rukun- rukunnya, tafsirnya.
    kalimat Laa ilaaha illalloh memiliki 2 rukun yaitu: 1) An-Nafyu (peniadaan yang ada dalam kalimat Laa ilaaha) 2) Al-Itsbaat (penetapan yang ada dalam kalimat illalloh)
    adapun i"rob atau kedudukan kata-perkata dalam ilmu tata bahasa arab/nahwu
    ﻻ: laa penafian/peniadaan untuk segala jenis.beramalan seperti ﺇﻥّ yaitu menashobkan isimnya (biasanya isim yang dibaca manshub berharokat fathah) dan merofa'kan khobarnya (biasanya isim yang dibaca rofa berharokat dhummah) dan isim laa tidak boleh ditanwin (oleh karena itu kita dapati setelah ﻻ ada isimnya yaitu ﺇﻟﻪ berharokat fathah dan tidak ditanwin
    ﺇﻟﻪ : semakna dengan ﻣﻌﺒﻮﺩ (yang disembah) berkedudukan sebagai isimnya ﻻ tinggal dicari isim yang bisa menjadi khobarnya ﻻ yang masih mahdzuf/terbuang tersembunyi ditakdirkan isim yang menjadi khobar ﻻ adalah ﺣﻖّ /ﺑﺤﻖ ّﺇﻻّ: pengecualian
    ﺍﻟﻠﻪ :lafazh jalaalah yang berkedudukan sebagai badal/pengganti dari khobar ﻻ yang mahdzuf tadi maka kesimpulan yang bisa kita ambil kalimat
    ﻻ ﺍﻟﻪ ﺇﻻّ ﺍﻟﻠﻪ
    bermakna
    ﻻ ﻣﻌﺒﻮﺩ ﺣﻖّ /ﺑﺤﻖّ ﺇﻻّ ﺍﻟﻠﻪ
    tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah kecuali Alloh kita harus meyakini bahwa sesembahan yang ada selain Alloh adalah sesembahan yang bathil.
    wallohu a'lam bersambung...