oleh al-Ustadzah Ummu Fadhl Hafizhahallaah
(Di Masjid Imam An-Nawawi Cibeber Cilegon Banten, Rabu Sore 22 Januari 2014)
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menyatakan bahwasanya niat dan pemahaman yang lurus di dalam memahami dien adalah 2 nikmat yang paling besar.
Jika seseorang telah diberi hidayah oleh Allah untuk bisa meluruskan niat dan pemahamannya maka dia sudah berada di atas jalan yang benar.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menyatakan bahwasanya niat dan pemahaman yang lurus di dalam memahami dien adalah 2 nikmat yang paling besar.
Jika seseorang telah diberi hidayah oleh Allah untuk bisa meluruskan niat dan pemahamannya maka dia sudah berada di atas jalan yang benar.
♠ Mengapa pentingnya kita memiliki pemahaman atau jalan yang lurus?
• agar kita bisa selamat dari berbagai macam gempuran-gempuran syubhat, pemikiran-pemikiran sesat, dan kerancuan-kerancuan di dalam agama kita
• agar kita bisa menangkal senjata syaithon dalam menyesatkan manusia.
Allah mempunyai 2 kehendak yaitu kehendak qauniyah dan kehendak syar’iyah (bagi seseorang yang diberi 2 nikmat tadi), namun yang menerima hidayah tersebut hanyalah sedikit.
Di dalam hadits Rasuulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa kondisi Umat
Yahudi, Nashoro dan Kaum Muslimin yaitu:
⇨ kaum Yahudi akan terpecah menjadi 71 golongan
⇨ kaum Nashoro akan terpecah menjadi 72 golongan
⇨ Kaum Muslimin akan terpecah menjadi 73 golongan
Dari 73 golongan, yang 72 terancam masuk neraka dan 1 golongan yang diselamatkan Allah Subhaanahu wa ta’aala. Artinya, mayoritas besar 99% (72 golongan) terancam masuk neraka.
Mengapa demikian?
Karena mereka tidak memiliki hidayah pemahaman yang lurus di dalam memahami islam. Para sahabat paham mengapa mayoritas kaum muslimin ini diancam masuk neraka. Meskipun pada akhirnya mereka akan masuk surga karena mereka Muslim, akan tetapi siapa yang tahan dengan celupan api neraka walau hanya dengan satu kali celupan.
Para sahabat bertanya, “ya Rasuulullaah, siapa 1 golongan yang Allah selamatkan ini?,” beliauShallallaahu ‘alaihi wasallam Berkata, "yaitu orang-orang yangberada di mana Aku dan Para Sahabatku berada di jalan itu.”
Artinya, orang yang diselamatkan oleh Allah ialah orang yang memiliki pemahaman yang sama di dalam masalah dien dengan Rasuulullah & sahabatnya. Apabila dalam memahami islam tidak memiliki standar atau tidak bersumber dari pemahaman nabi dan sahabatnya, bisa dipastikan pemahaman mereka adalah sesat dan terancam dengan neraka.
♠ Mengapa para sahabat yang menjadi standar (patokan)?
• Karena para sahabat adalah orang-orang yang menyaksikan wahyu turun
• Para sahabat memiliki hati yang paling baik setelah Rasuulullaah Shallallaahu ‘alayhi wasallam
• Para sahabat mendapat didikan langsung dari Rasuulullaah Shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Hal ini berarti sumbernya masih murni, begitu pula banyak ayat yang menjelaskan perihal tentang sebab-sebab kejadian yang meliputi para sahabat.
Jika pemahaman hidayah ini tidak kita jaga, maka berpotensi untuk bisa lepas. Menjaga hidayah lebih berat ketimbang mendapatkannya. Oleh karenanya kita harus menjaga hidayah tersebut.
Salah satu cara untuk menjaga dan mendapatkan hidayah yaitu dengan duduknya kita di majelis ilmu.
Allah Subhaanahu wa ta’aala memberi penangkal senjata-senjata syaithon yaitu:
1. ilmu dan yakin, sebagai penangkal syubhat
2. kesabaran, sebagai penangkal syahwat
Ilmu yang bisa menjaga kita dari syubhat ialah ilmu yang naafi’ yaitu bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih. Ilmu yang dimaksud adalah bukan sekadar ilmu tetapi ilmu yang bersumber dari sumber yang murni.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyatakan bahwa tidak semua orang dapat berjihad dengan burhan (ilmu dan penjelasan), tetapi semua orang bisa berjihad dengan pedang. Artinya, hanya orang-orang pilihan saja yang bisa berjihad dengan ilmu.
Di dalam hadits disebutkan bahwa ada 3 golongan yang akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’aala,
yakni:
◆ Golongan pertama, orang yang berperang di jalan Allah
◆ Golongan kedua, orang yang mempelajari Al-Qur’an dan ilmu dien
◆ Golongan ketiga, orang yang dermawan.
Apabila pada golongan ke-2 memiliki niat yg salah, maka Allah akan mencampakkannya kedalam api neraka dengan keadaan diseret di atas wajahnya.
♣ Suatu ilmu bisa menjadi bencana jika:
1) Menuntut ilmu bukan untuk mencari wajah Allah
Secara umum, penjelasan hadits Rasuulullaah Shallallaahu ‘alayhi wasallam, yaitu barangsiapa tujuan atau cita-cita tertinggi menuntut ilmu untuk mencari dunia, seperti:
▶ Untuk mendebat para ulama
▶ Ingin mengapusi orang-orang yang bodoh
▶ Mencari popularitas, kedudukan dan kehormatan di mata masyarakat
▶ Atau niatan-niatan rusak lainnya.
Maka Allah akan mencerai beraikan urusannya dan Allah jadikan kefakiran diantara kedua matanya & tidaklah dunia itu datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Sebaliknya, bagi siapa saja yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan mengurusi semua urusannya, Allah akan memberikan kecukupan di dalam hatinya dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan hina.
✔ Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah menyebutkan bahwa salah satu tanda keikhlasan seseorang dalam menuntut ilmu ialah adanya keinginan untuk menghilangkan kebodohan di dalam dirinya dan kebodohan pada orang lain.
Pemahaman salah muncul karena ada niat yang salah, sehingga pada kondisi ini tidak bisa membuahkan hidayah. Sebaliknya, jika seseorang memiliki niat yang lurus di dalam menuntut ilmu, maka in syaa’ Allahu ta’aala, Allah akan memberikan pertolongan & hidayah berupa kemudahan di dalam memahami ilmu dien.
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah berkata,
“ Ilmu tidak bisa dibandingkan dengan sesuatu apa pun, jika benar niatnya.”
Rasuulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“ Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang semestinya ilmu tersebut dituntut niatnya karena Allah, namun ia tidak meniatkan itu, maka ia tidak akan mencium baunya surga pada hari kiamat.” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al- Albani Rahimahullah dalam Shahih Sunan Abu Daud)
Di dalam riwayat lain, dari Ka’ab bin Malik bahwa Rasuulullah Shallallaahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“ Barangsiapa yang menuntut ilmu agar dapat menyaingi para ulama, atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh atau demi mencari perhatian manusia kepada dirinya supaya dipandang sebagai orang yang berilmu maka Allah akan memasukkan dia ke dalam neraka.” ( hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Oleh karena itu, Al-Qadi Abu Bakr Ibnul ‘Arabi, beliau berkata,
“terkadang ilmu itu bisa membinasakan bagi pemiliknya.”
Hadits riwayat lain,
“jangan mempelajari ilmu untuk berbangga-bangga dihadapan para ulama. Jangan pula menuntut ilmu untuk mendebat orang-orang yang bodoh atau untuk memilih-milih majelis. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka nerakalah tempatnya.”
2) Ilmu bisa menjadi bencana ketika ilmu tersebut disembunyikan
Allah Subhanahu wa ta’aala berfirman di dalam Surat Al-Baqarah:159-160, yaitu:
” Sesungguhnya orang-orang yang suka menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. Kecuali mereka yang telah bertaubat, dan mengadakan perbaikan, dan menerangkan (kebenaran); maka terhadap mereka itu, Aku menerima taubatnya, dan Aku-lah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Kandungan ayat 159, berkaitan dengan orang-orang Yahudi & Nashoro yang menyembunyikan ilmu terutama bagi para ulama-ulama, Rahib-rahib atau ahli ibadah yang menyembunyikan kebenaran tentang Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alayhi wasallam. Adapun selain itu orang-orang Yahudi menyembunyikan adanya hukum rajam, di mana hukuman tersebut juga berlaku bagi mereka.
Akan tetapi ayat ini hukumnya berlaku umum, bukan hanya untuk orang-orang Yahudi maupun Nashoro. Karena di dalam kaidah, ibrah atau pelajaran-pelajaran diambil dari keumuman lafadzh bukan kekhususan sebab.
Di dalam kitab Umdatul Tafsir, disebutkan bahwa ayat ini merupakan ancaman keras bagi siapa saja yang menyembunyikan apa yang dibawa oleh Rasul berupa bukti-bukti kebenaran yang jelas.
Syaikh As-Sa’di Rahimahullaah menyatakan bahwa meskipun ayat ini diturunkan berkaitan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashoro) & apa yang disembunyikan berupa kerasulan Nabi Shallallaahu ‘alayhi wasallam dan sifat-sifatnya. Akan tetapi hukumnya berlaku umum bagi setiap orang yang memiliki karakter yang sama dengan Yahudi & Nashoro (suka menyembunyikan kebenaran).
♠ Mengapa Allah mewajibkan para ulama untuk menyebarkan ilmu?
Karena Allah sudah mengambil perjanjian dengan mereka bahwa mereka harus menyampaikan ilmu
kepada umat. Barangsiapa yang melanggar perjanjian tersebut maka ia menghimpun 2 kerusakan
sekaligus.
✔ Kerusakan pertama: menyembunyikan apa yang Allah turunkan berupa ilmu
✔ Kerusakan kedua: dia telah menipu umat.
Firman Allah Subhanahu wa ta’aala dalam Surat Ali Imran: 187,
“ Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya”, lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”
Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan ayat ini, bahwa ayat tersebut merupakan sindiran yang tajam sekaligus ancaman bagi orang yang telah diberi ilmu tentang kitab dan yang telah diambil perjanjiannya oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya.
Hasan Al-Basri dan Imam Qatadah Rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini berlaku bagi setiap orang
yang diberikan ilmu dari Kitabullaah.
Di dalam Surat Al-Baqarah: 174-175, Allah Subahanahu wa ta’aala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak akan menyucikan mereka, dan bagi mereka siksa yang amat pedih.”
“menjual ayat” mempunyai makna menyimpangkan ayat untuk mendapatkan keuntungan duniawi.
Allah memerintahkan Nabi-Nya,
“sampaikan apa yang sudah disampaikan kepadamu dan jika kamu tidak melakukannya maka kamu tidak menyampaikan amanah. Dan Allah akan menjaga risalah-Nya dan Allah akan menjagamu dari gangguan manusia.”
Seseorang yang menganggap Rasulullah tidak amanah di dalam menyampaikan risalah yaitu (perkataan para Ahlul Bid'ah) ibadah-ibadah yang Rasulullaah tidak perintahkan/ dicontohkan, maka terkena hadits berikut ini:
“Dari Aisyah Radhiyallaahu ‘anha berkata, “Barangsiapa yang beranggapan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wasallam menyembunyikan sesuatu dari Kitabullah berarti ia telah melakukan kedustaan yang besar terhadap Allah.” (HR. Imam Muslim)
"Barangsiapa yang ditanya suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, pasti ia diikat pada hari Kiamat dengan tali kekang dari Neraka.” (HR. Abu Hurairah)
“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu, kemudian ia tidak mau memberikan atau menceritakan kepada orang lain seperti ia menyimpan harta benda dan tidak mau menginfakkannya.”
Wallaahu a’lam bish-shawab
0 komentar:
Posting Komentar